Masa remaja merupakan fase transisi yang penuh tantangan, baik secara fisik, emosional, maupun sosial. Di masa ini, seorang individu mulai mencari jati diri, menghadapi tekanan dari lingkungan sekolah, pergaulan, dan keluarga. Tak jarang, tekanan yang berlebihan dapat memicu munculnya gangguan kesehatan mental. Sayangnya, banyak orang tua dan guru yang kurang peka terhadap gejala awal gangguan ini, sehingga sering terabaikan.
Tanda paling awal gangguan mental pada remaja biasanya ditandai dengan perubahan sikap atau kebiasaan secara drastis. Misalnya, anak yang dulunya aktif dan ceria tiba-tiba menjadi pendiam, menarik diri dari lingkungan sosial, atau kehilangan minat pada hal-hal yang biasa disukai. Sebaliknya, bisa juga muncul perilaku impulsif, mudah marah, atau agresif tanpa sebab yang jelas.
Remaja yang mengalami gangguan mental sering menunjukkan perubahan pada pola tidur dan makan. Mereka bisa mengalami insomnia atau tidur berlebihan (hipersomnia), serta nafsu makan yang menurun drastis atau justru meningkat tidak terkendali. Kondisi ini jika dibiarkan bisa memengaruhi kesehatan fisik secara keseluruhan.
Tanda lain yang sering tidak disadari adalah penurunan konsentrasi dan performa belajar di sekolah. Remaja dengan gangguan mental sering merasa sulit berkonsentrasi, mudah lupa, atau kehilangan motivasi untuk belajar. Hal ini bisa berujung pada nilai yang menurun dan ketidakhadiran yang meningkat.
Masalah mental tidak selalu muncul dalam bentuk keluhan psikis. Banyak remaja mengeluhkan sakit kepala, nyeri perut, atau kelelahan kronis padahal hasil pemeriksaan medis menunjukkan tubuh mereka sehat. Ini dikenal sebagai keluhan psikosomatis, yaitu gangguan fisik yang dipengaruhi oleh kondisi mental.
Remaja yang mengalami stres berat bisa mulai merasa dirinya tidak berguna, merasa gagal, atau berpikir bahwa hidup tidak berarti. Dalam kasus yang lebih berat, bisa muncul pikiran untuk menyakiti diri sendiri (self-harm) atau bahkan bunuh diri. Ini adalah tanda bahaya yang membutuhkan perhatian segera dari orang tua maupun tenaga profesional.
Mengenali gejala awal sangat penting agar penanganan bisa dilakukan secepat mungkin. Orang tua, guru, dan lingkungan sekitar perlu memiliki kepekaan dan tidak menganggap perubahan perilaku remaja sebagai hal biasa atau “fase pubertas” semata. Libatkan remaja dalam komunikasi terbuka, dengarkan tanpa menghakimi, dan ajak mereka untuk berbicara dengan konselor atau psikolog bila perlu.
Gangguan kesehatan mental pada remaja bukanlah hal tabu. Dengan pemahaman yang baik, lingkungan yang suportif, dan akses layanan kesehatan yang tepat, remaja dapat pulih dan kembali menjalani hidup secara optimal. Ingat, perhatian dan empati adalah kunci utama dalam mendampingi kesehatan jiwa generasi muda.